Jakarta, CNBC Indonesia – Kepemimpinan Presiden Joko Widodo akan segera berakhir pada 2024. Salah satu pertanyaan yang mengemuka adalah bagaimana kelanjutan proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur setelah Jokowi tak lagi menjabat?
Tiga calon presiden kini sedang berebut menjadi penggantinya lewat Pemilihan Presiden 2024, yaitu Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Soal masa depan IKN, Prabowo dan Ganjar cenderung satu suara: proyek yang diimpikan Jokowi ini harus jalan terus.
Sementara, capres Anies Baswedan memiliki pendapat sendiri. Dia berulangkali mengungkapkan keengganannya untuk melanjutkan proyek yang ditaksir menghabiskan dana hampir Rp 500 triliun ini. Misalnya saja, Anies pernah menyampaikan pembangunan IKN tidak menyelesaikan masalah tidak meratanya kesejahteraan di Indonesia.
“Karena membangun satu kota di tengah hutan itu sesungguhnya menimbulkan ketimpangan yang baru,” ujar Anies saat Dialog Terbuka Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Ganti kekuasaan, ganti prioritas pembangunan di Indonesia memang lazim terjadi. Jokowi sendiri juga pernah mengubur mimpi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyambungkan Pulau Jawa dengan Sumatera melalui proyek pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS).
Dikutip dari website Kementerian PUPR, JSS adalah jembatan sepanjang 29 kilometer dengan ketinggian bangunan setidaknya 200 meter dari dasar sampai permukaan air laut. Khusus di atas permukaan laut, JSS dirancang berdiri setinggi 75 meter.
Melintasi Selat Sunda dari pantai di kawasan Anyer hingga di kawasan Bakauheni, lebar jembatan dirancang 60 meter persegi. Terdiri dari 2×3 jalur lalu lintas, dan 2×1 jalur darurat. Jembatan ini dilengkapi lintasan ganda (double track) rel kereta api, pipa gas, pipa minyak, kabel fiber optik, dan kabel listrik. Dirancang bisa menahan gempat hingga kekuatan 9 skala richter, proyek ini ditaksir akan menelan biaya hingga Rp 100 triliun.
Sejarah proyek JSS sebetulnya juga sudah cukup lama muncul. Pada 1960, proyek ini sudah mulai keluar dari rahim ketika seorang profesor bernama Sedyatmo mencetuskan konsep Tri Nusa Bimasakti, atau interkoneksi antar tiga pulau yakni Jawa-Sumatera-Bali.
Konsep itu lalu mulai dilirik pada 1986 ketika Presiden Soeharto menugaskan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) untuk mengkaji Tri Nusa Bimasakti. Jembatan Akashi Kaikyo di Jepang dan Jembatan Messina di Italia menjadi role model dalam studi ini. Akan tetapi, hingga rezim Orde Baru tumbang proyek tidak dilaksanakan.
Pada era Presiden Habibie wacana pembangunan jembatan ultra-panjang kembali bergulir. Habibie menugaskan menterinya untuk kembali mengkaji proyek ini. Krisis moneter yang terjadi pada 1998 membuat kajian ini terhenti.
Barulah pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda benar-benar digarap serius. Pada 2004, Pemerintah Provinsi Banten dan Lampung, bekerja sama dengan perusahaan milik pengusaha Tommy Winata, Artha Graha menghidupkan kembali ide proyek ini.
Untuk membiayai proyek ini, Pemprov Lampung dan Banten menggandeng pihak swasta yang dikomandoi oleh Artha Graha. Dari hasil kajian, diperkirakan butuh dana hingga Rp 100 triliun untuk membangun jembatan ini.
Presiden SBY memberikan restu dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS). Lewat Perpres itu, peletakan batu pertama ditargetkan akan terlaksana pada 2014. Namun, hingga Presiden SBY lengser pada 2014, groundbreaking pembangunan jembatan tidak pernah dilaksanakan.
Presiden Jokowi yang menerima estafet kepemimpinan dari SBY tak pernah menyinggung lagi kelanjutan proyek ini. Andrinof Chaniago pada Oktober 2014 yang kala itu menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional mengatakan Presiden memang tidak berencana melanjutkan proyek ini.
“Sampai sekarang tak pernah ada pernyataan dari Bapak Presiden akan memajukan itu ke dalam program proyek infrastruktur,” tuturnya 31 Oktober 2014 dikutip dari detik.com.
Sikap presiden yang disampaikan Andrinof kala itu masih bertahan hingga mendekati masa akhir kepemimpinan Jokowi. Presiden Jokowi hingga saat ini tidak pernah menyatakan akan melanjutkan proyek Jembatan Selat Sunda. https://mesinpencarinenas.com/