Jakarta, CNBC Indonesia – Dalam beberapa waktu terakhir perusahaan asal Eropa, Amerika Serikat, hingga Australia keok dalam industri perbankan di Indonesia.
Sepanjang tahun 2023, tercatat ada dua bank asing yang melepas bisnis ritelnya dan satu bank mengibarkan bendera putih.
Berita paling geger adalah Citi Group melepas bisnis ritelnya, termasuk kartu kredit kepada bank asal Singapura. Pada awal pekan Desember 2023, transaksi tersebut telah rampung.
Direktur Utama UOB Indonesia Hendra Gunawan mengungkapkan akuisisi tersebut menelan biaya sekitar Rp 1 triliun.Sebanyak lebih dari 1 juta nasabah dan 1.000 orang karyawan Citi berpindah ke UOB Indonesia.
Langkah serupa juga dilakukan oleh Standard Chartered Bank Indonesia (SCBI). Bank melepas bisnis ritelnya kepada PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) yang dikendalikan oleh perusahan keuangan asal Jepang, MUFG.
Unsecured Business Head BDMN Tresia Sarumpaet mengatakan nilai aset yang diambil alih mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Portofolio SCBI yang berpindah tangan adalah kartu kredit, KPR, dan KTA.
SCBI menyebut pengalihan ini sejalan dengan lima strategi prioritas Standard Chartered Group yang ditetapkan pada 2021 untuk melakukan efisiensi dan re-investasi pertumbuhan bisnis.
“Langkah ini memungkinkan kami untuk fokus pada penyediaan produk Wealth Management dan Deposito yang inovatif kepada nasabah Priority Banking, mempercepat agenda digitalisasi kami untuk melayani nasabah mass retail, dan terus mengembangkan bisnis Corporate, Commercial and Institutional Banking kami di Indonesia,” ujar Andrew Chia, Cluster Chief Executive Officer, Indonesia and Asean Markets (Australia, Brunei and the Philippines) Standard Chartered.
Sikap yang lebih ekstrem diambil oleh Commonwealth Bank Australia (CBA) yang melepas 99% saham PT Bank Commonwealth kepada PT OCBC NISP Tbk. CBA menyebut penjualan saham ini sejalan dengan strategi grup untuk menjadi lebih efisien dan lebih baik dengan berfokus pada bisnis domestik di Australia dan New Zealand.
Estimasi nilai transaksi tersebut mencapai Rp 2,2 triliun. “Rencana akusisi ditujukan untuk memperkuat dan melengkapi kapabilitas OCBC Indonesia dalam memberikan layanan keuangan yang komprehensif baik untuk segmen konsumen dan UMKM,” ujar Presiden Direktur OCBC Indonesia Parwati Surjaudaja.
Sebagai infomasi, OCBC NISP dikendalikan oleh OCBC Singapura melalui OCBC Overseas Investments Pte. Ltd. OCBC menjadi pengendali bank bersandi NISP sejak 2005.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menyebut eksposure Kantor Cabang Bank Luar Negeri (KCBLN) sampai dengan saat ini masih relatif terbatas dengan pangsa penyaluran kredit sebesar 2,45%.
Rasio pinjaman terhadap simpanan pun telah menurun kurang dari 70%. Padahal tahun lalu masih lebih dari 75%.
Jumlah KCBLN pun perlahan menyusut. Dari sebanyak 8 pada Agustus 2022, setahun kemudian tersisa 7 bank.
Mengingatkan saja, sebelum Citi, SCBI, dan PTBC melepaskan bisnis retailnya di Indonesia, ada sejumlah bank asing yang telah meninggalkan Indonesia, yakni Rabobank Indonesia, Bank RBS Indonesia, Bank ANZ Indonesia, dan Bank Barclays Indonesia.
Namun Dian mengatakan bahwa industri perbankan Tanah Air masih menjadi incaran para investor asing.
“Bahkan permintaan dari kita dari Jepang dari Korsel dari negara tetangga Singapura sedang meningkat untuk bisa akuisisi bank lokal, dan saya kira performance bank-bank kita secara nasional bahwa di pasar modal juga jadi penggerak utama itu industri perbankan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Dian Ediana Rae.
PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) buktinya yang akan kedatangan investor asing. Hal ini guna mengisi posisi dua bank himbara PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) yang akan mendivestasikan saham mereka di bank syariah tersebut.
Sebagai informasi, hingga saat ini ada 39 bank di Indonesia yang dikendalikan investor asing dengan total aset sekitar Rp 3.000 triliun. Dari jumlah tersebut 32 di antaranya merupakan bank swasta nasional dan tujuh sisanya merupakan kantor cabang bank asing.
Sementara itu total aset industri perbankan mencapai Rp 11.000 triliun. Artinya lebih dari 25% aset perbankan di Indonesia dikendalikan oleh bank milik asing.
Saat ini, Jepang menjadi investor asing yang punya kuasa paling kuat dengan kendali atas enam bank di RI, termasuk satu kantor cabang bank asing. Total aset yang dikendalikan perusahaan Negeri Sakura tersebut mencapai Rp 725,6 triliun per September 2023.
Posisi kedua ditempati Singapura dengan kendali atas empat bank yang memiliki akumulasi total dari Rp 504,7 triliun. Kemudian diikuti Malaysia yang mengendalikan dua bank dengan aset Rp 499,2 triliun.
CEO Citi Indonesia Batara Sianturi menjelaskan alasan bank di luar Asia mengurangi portofolio atau bahkan meninggalkan Indoneisa.
Dia mengatakan bahwa ada pembagian pasar perbankan di Tanah Air. Secara umum, ada dua segmen besar yang dilayani perbankan di negara ini, yakni ritel dan korporasi.
Bisnis ritel sepenuhnya milik bank lokal, sedangkan global bank memiliki kesempatan lebih besar mengisi ceruk pasar korporasi. Bank di regional yang sama berada di tengahnya atau dapat melayani bisnis ritel dan juga korporasi. Pasalnya bank regional mengalokasikan capital secara khusus untuk menjadi full service bank.
Di Citi Indonesia, dari segi pendapatan, bisnis ritel dan korporasi memiliki kontribusi yang seimbang. “Tapi untuk profit, lebih profitable institutional banking, karena consumer, expense lebih besar,” kata Batara yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Bank Asing Indonesia (Perbina) dalam Power Lunch, CNBC Indonesia, Rabu (29/11/2023).
Lebih lanjut, Batara menjelaskan sejumlah bank regional yang agresif masuk ke Indonesia tercatat memiliki pasar yang terbilang jenuh di negara asalnya.
Sementara itu, berdasarkan data OJK, penyaluran kredit dari kantor cabang bank asing di Indonesia turun 4,7% secara tahunan (yoy) per September 2023 menjadi Rp 75,94 triliun. Pada periode yang sama, laba kantor cabang bank asing tumbuh dua kali lipat atau 111,6% yoy menjadi Rp 8,47 triliun.
Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan bank asing lebih dapat bersaing untuk target pasar tertentu.
“Bank asing memang sulit bersaing di Indonesia kalau mau bermain di pasar ritel. Bank asing hanya dapat bersaing dan mendapatkan pasar untuk target pasar tertentu khususnya di perdagangan internasional serta pasar keuangan,” ujar Piter.
Namun begitu, ia menyorot bahwa bank asing memiliki kinerja bottom line yang baik. Piter memandang bila perolehan labanya buruk, tidak ada lagi bank asing yang mau masuk ke Indonesia.
“Buktinya selalu ada bank asing yang melakukan akuisisi bank-bank di Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Consumer Banking UOB Indonesia Henry Choi mengaku dirinya tidak kaget melihat Indonesia menjadi incaran perusahaan keuangan Asia. Dia menyebut Asia Tenggara merupakan ‘masa depan’ karena kawasan ini memiliki pertumbuhan populasi dan produk domestik bruto yang baik, termasuk Indonesia.
“Jadi saya tidak kaget investor-investor lain akan melihat Indonesia dan memikirkan rencana merger dan akuisisi,” kata Choi.
Tidak Semua Bank Barat
Berbeda, Deutsche Bank mengumumkan peningkatan modal di Indonesia. Dengan demikian modal lokal kantor cabang bank asal Jerman di Tanah Air tersebut naik dua kali lipat menjadi Rp 10 triliun.
CEO Deutsche Bank untuk Asia-Pasifik, Eropa, Timur Tengah & Afrika (EMEA) dan Jerman serta Anggota Dewan Manajemen, Alexander von zur Muehlen mengatakan investasi tambahan ini akan mendukung pertumbuhan bank di Indonesia dan memungkinkannya untuk melakukan lebih banyak aktivitas layanan untuk para nasabah.
“Kami melihat peluang jangka panjang di Indonesia, yang merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di Asia,” kata Muehlen. https://zorozuno.com/