Jakarta, CNBC Indonesia – Banyak pabrik di kawasan DKI Jakarta yang kini mulai kosong dan ditinggalkan pemiliknya sepanjang 2023 ini. Banyak kawasan pabrik di kawasan industri seperti di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) sepi dari operasi pabrik memunculkan fenomena ‘pabrik hantu’ di Jakarta.
Banyak pabrik-pabrik industri padat karya di kawasan itu yang kondisinya kosong melompong karena sudah banyak ditinggal pemiliknya ke daerah untuk mencari upah yang lebih terjangkau.
Beberapa bangunan pabrik di kawasan Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) nampak sepi karena sudah tidak beroperasi. Terdapat juga bangunan bekas pabrik yang terpampang tulisan “Dijual/Disewakan”. Bahkan ada juga bangunan bekas pabrik yang disegel karena belum melunasi kewajiban pajak daerah.
Beberapa wilayah favorit pelaku usaha di antaranya di Jawa Tengah serta Jawa Barat. Pelaku usaha utamanya dari padat karya seperti garmen tidak menjadikan tujuan wilayah lain yang upahnya lebih tinggi, jika tidak ancamannya bisa kolaps.
Kondisi ini berbeda jauh dengan beberapa tahun silam di mana kala jam istirahat atau pulang kerja, ramai-ramai pekerja terlihat keluar area pabrik. Salah satu pihak yang terpengaruh dengan makin sedikitnya pabrik tekstil yang beroperasi adalah kalangan pedagang.
“Dulu jualan apa aja habis, mau air, gorengan, mie, lontong pasti habis. Sekarang mah jauh lah. Dulu sehari omset jutaan, sekarang ya ratusan ribu juga Alhamdulillah, jualannya juga kan cuma kopi Rp 3-5 ribu,” kata Martin, seorang penjual makanan di sekitar pabrik kepada CNBC Indonesia, Kamis (25/3/2023).
Gelombang perpindahan pabrik ternyata sudah lama terjadi, bahkan sejak 10 tahun silam. Kala itu polemik kenaikan upah di DKI Jakarta sudah mulai terjadi. Akibatnya pelaku usaha mulai tidak kuat dan memilih untuk mencari lokasi baru di luar Jakarta. Kondisi itu pun berdampak pada penurunan omzet pedagang di sekitar pabrik.
“2012 masih ramai tapi sudah mulai berkurang, di dalam juga ada yang jualan tapi biasanya kalau mau merokok carinya yang di luar,” ujarnya.
Gelombang perpindahan pabrik sudah mulai ada sejak beberapa tahun silam. Namun, masih ada sejumlah pabrik yang tetap bertahan, diantaranya PT Dodo Activewear I dan PT Hansae 6A yang berlokasi di Jl Sumatera.
Meski sudah banyak yang hengkang, namun beberapa pabrik yang beroperasi kerap membukan rekrutmen terbuka kepada para calon pegawai baru. Para pencari kerja kerap memanfaatkan momentum ini untuk mendapatkan kerja.
“Yang dibuka puluhan, tapi yang datang bisa sampai ratusan orang, ngantri sampai ke gerbang depan ini,” sebutnya.
Banyak pabrik yang sudah lagi terurus, terlihat dari besi gerbang yang berkarat, kemudian semak belukar yang menutupi sebagian area pabrik. Selain itu, cat yang menempel di dinding juga nampak sudah mulai pudar.
“Banyak yang kaya yang udah gak keurus. Ada yang juga yang dihancurin, diratain tanah dan jadi peti kemas aja,” ungkap seorang karyawan di salah satu pabrik tekstil kepada CNBC Indonesia, Kamis (25/5/23).
Usut punya usut, ternyata sudah banyak pabrik tekstil yang angkat kaki dari kawasan ini.
“Sudah banyak yang pergi, sekarang mah sepi gak kaya dulu. Banyak yang pindah ke Jawa Tengah,” kata karyawan tersebut.
Hengkangnya pabrik-pabrik juga memicu kekhawatiran bagi para pekerja. Banyak yang harus terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat keputusan manajemen tersebut.
Namun, pegawai tidak bisa berbuat banyak, pasalnya ada yang memang dibawa ke pabrik di lokasi baru, namun lebih banyak yang berhenti kerja.
“Sebagian karyawan pindah, tapi nggak semua, lebih banyak yang nggak ikut. Kontrak gedung juga sudah habis, nggak boleh diperpanjang lagi kontraknya sama pemerintah kan jadi pada pinda,” sebut salah seorang karyawan.
Beberapa tahun silam, kawasan ini sangat ramai dengan aktivitas produksi dari banyak pabrik, namun saat ini jumlahnya makin sedikit. Wakil Ketua Dewan Pimpinan Provinsi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta Nurjaman pun membongkar alasannya.
“Di Jakarta, KBN sudah lama (pindah), ada pabrik yang udah gak mampu berusaha lagi di DKI Jakarta karena biaya produksi, labour cost tinggi. Sudah lama itu dari sebelum pandemi juga berguguran di KBN karena gejolak upah tinggi, artinya labour cost tinggi maka biaya produksi pun akan tinggi,” katanya kepada CNBC Indonesia, Kamis (25/5/2023).
Karena biaya produksi tinggi, maka biaya pendukung lain pun akan lebih tinggi, baik fee cost maupun variabel cost tinggi, dimana kedua variabel itu tidak bisa dihindari. Akibatnya harga jual produk juga bisa semakin melambung yang mengakibatkan daya serap masyarakat semakin berkurang.
“Mau gak mau perusahaan harus mencari langkah yang lebih efektif, salah satunya relokasi, pindah tempat dan sebagainya, atau menutup perusahaan. Makanya mencari langkah lain, salah satunya relokasi ada yang ke Jabar Jateng, mana yang kondusifitas bagus dan didukung faktor pendukung yang nyaman, jadi dari situ terlihat mana yang daerahnya ramah Investasi,” sebut Nurjaman.
Beberapa wilayah favorit pelaku usaha untuk mengoperasikan pabrik baru di antaranya di Jawa Tengah serta Jawa Barat. Nurjaman menyebut hal itu harus dilakukan, jika tidak ancamannya bisa kolaps.
“Karena upah tinggi di DKI Jakarta makanya si garmen enggak pindah ke Karawang, kalo pindah ke sana bunuh diri, atau pindah Bekasi. Makanya pindah ke wilayah sana itu untuk mencari keberlangsungan usaha dan ada sektor yang bisa dikembangkan kembali,” kata kepada CNBC Indonesia, (27/5/2023).
Sebagai contoh, UMK Majalengka 2023 nyatanya kurang dari setengah UMK Karawang dan UMP Jakarta, yakni di Rp 2.230.380. Sedangkan UMP Jepara lebih tinggi sedikit yakni Rp 2.272.626. Dengan biaya upah satu orang di Jakarta, maka bisa membayar dua orang sekaligus di wilayah seperti Jepara dan Majalengka.
“Ada banyak faktor perpindahan pabrik garmen, pemerintah udah kasih regulasi gimana padat karya bisa ada sistem pengupahan yang bisa dipakai. Artinya gak hanya sektor upah aja yang jadi tolak ukur utama, tapi ada hal lain karena biaya hidup Jakarta juga tinggi, itu jadi faktor juga sehingga orang relokasi,” ungkap Nurjaman.
PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) buka suara perihal eksodus relokasi pabrik dari kawasan ini menuju daerah lain. Salah satu penyebabnya adalah karena tingginya upah minimum provinsi (UMP) yang ada di Jakarta. Manajemen pun mengakui bahwa hal itu menjadi penyebab utama terjadinya eksodus relokasi.
“Dapat kami sampaikan berdasarkan pendalaman kami kepada para tenant, faktor utama dari banyaknya pabrik yang tutup adalah rate UMP (Upah Minimum Provinsi) DKI Jakarta yang setiap tahun mengalami kenaikan berdasarkan regulasi dari pemerintah sebagai upaya penjaminan kesejahteraan masyarakat,” kata VP Corporate Secretary PT. Kawasan Berikat Nusantara Desy Ika Sulisty kepada CNBC Indonesia, Rabu (31/5/23).
Ia menolak anggapan bahwa penutupan dan eksodus pabrik-pabrik tersebut karena biaya sewa dan pajak yang terlalu mahal. Faktor utamanya adalah kenaikan UMP setiap tahun dimana saat ini nilai UMP DKI Jakarta 2023 ada di Rp 4.901.798. Alhasil, UMP sebesar itu tidak cocok untuk sektor padat karya seperti tekstil yang sebelumnya banyak di KBN.
Selain itu, Desy juga tidak memungkiri bahwa pandemi Covid juga membawa dampak. “Serta menurunnya permintaan global akibat pandemi Covid 19 yang terjadi pada 2020 dan 2021 dengan berdampak pula pada resesi ekonomi,” sebutnya.
Kementerian Perindustrian pun menyadari adanya perpindahan pabrikan ini. Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Eko S. A Cahyanto menganggap relokasi itu sebagai hal yang wajar.
“Bukan hal lumrah ada relokasi, mereka pengen ekspansi perluasan butuh tempat lebih luas, energi lebih besar yang bisa disediakan, kemudian berkait hal lain termasuk naker,” katanya kepada CNBC Indonesia, Rabu (21/6/23).
Di wilayah Jakarta, upah minimum berkisar hampir tembus Rp 5 juta, sedangkan di wilayah lain dengan modal tersebut bisa membayar 2-3 orang pegawai. Hal ini menjadi biaya yang harus dibayar pelaku usaha dan menjadi beban biaya.
“Kalau mereka ingin punya daya saing tentunya terkait input prosesnya harus bagus, itu pilihan industri untuk mereka berlokasi. Mereka akan mendekatkan diri atau berlokasi dimana daya saing mereka akan tinggi, jadi saya kira gak ada masalah terkait itu (relokasi),” kata Eko.
Di sisi lain, banyak kawasan industri yang sudah mulai berbenah dengan menyediakan fasilitas memadai di berbagai daerah. Poin ini menjadi penarik bagi dunia usaha untuk berinvestasi
“Apalagi sekarang beberapa kawasan sudah mulai melakukan transformasi untuk menjadi kawasan industri generasi 3-4, itu perlu penyesuaian-penyesuaian,” sebut Eko. https://gorenganpedas.com/